Survei Internet World Statisctic (IWS) 2012, pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta atau sekitar 22 persen total populasi, dengan pelanggan telepon seluler mencapai 269.989.000 orang. Media baru, salah satu fungsinya sebagai media sosial telah dimanfaatkan dalam ranah politik. Media baru merambah dunia politik kontemporer Indonesia kira-kira mulai tahun 2000an--walaupun istilah media baru (new media) sudah dikenal sejak tahun 1960an. Dalam perkembangannya mampu menampilkan peran dan fungsi yang strategis dalam setiap proses Pemilu. Penggunaan media sosial secara baik dan benar diakui dapat meningkatkan simpati publik, popularitas dan akseptabilitas calon legislatif, calon kepala daerah maupun Capres dan Cawapres. Tapi jangan lupa, harus diakui untuk menyentuh emosi rakyat, kapital sosial rakyat, menciptakan saling pengertian, menciptakan kesepahaman adalah komunikasi langsung tatap muka belum dapat terkalahkan.
Rasmussen, tahun 2000 dalam karyanya Social Theory and Communication Technology, menyebutkan, media baru memiliki kontribusi sangat berpengaruh dalam integrasi sosial. Dia juga berperan penting dalam kehidupan, mempengaruhi pemikiran sehingga dapat mendorong penggunaan media yang beragam dan partisipasi yang lebih luas.
Fungsi media sosial yang merupakan bagian dari media baru telah dimanfaatkan masyarakat luas. Media baru dapat digunakan sebagai media komunikasi yang berfungsi sebagai arena terbuka percakapan, debat dan pertukaran ide dari publik.
Tidak hanya itu, warga negara dapat mengekspresikan pandangan dan dukungan terhadap sistem politik, pemerintahan,sehingga tercipta keterlibatan publik dalam proses demokrasi. Sehingga sangat wajar, media baru dimanfaatkan dalam ranah politik.
The Handbook of New Media karya dari McQuail, tahun 2010, media baru telah mencakup seperangkat teknologi komunikasi terapan yang semakin berkembang dan beragam. Media baru dikaitkan dengan menghubungkan teknologi informasi dan komunikasi yang bercirikan saling terhubungnya akses informasi antara individu sebagai penerima maupun pengirim pesan dimana saja tanpa terbatas ruang dan waktu.
Hal senada diungkapkan Livingstone and Livevrouw, 2006, media baru, banyak disamakan dengan internet yang digunakan sebagai penyedia semua barang atau jasa, serta digunakan sebagai alternatif bagi alat komunikasi pribadi dan antar pribadi.
McQuail, mengelompokkan media baru kedalam lima kategori, yang dibedakan atas jenis penggunaan, isi dan konteksnya, yaitu: media komunikasi interpersonal yang terdiri dari handphone dan email, media bermain interaktif--seperti komputer, peralatan elektronik dan permainan dalam komputer, media pencarian informasi berupa portal website, search engine, broadcast teletext, dan layanan data radio, media partisipasi kolektif--seperti penggunaan internet bertukar informasi, ide, pengalaman.
Selain itu mengembangkan hubungan personal secara aktif dan sebagai pengganti media penyiaran, seperti aktivitas menonton film, mendengarkan radio dan musik awalnya hanya dapat diakses melalui media penyiaran sekarang dapat diunduh atau dilakukan melalui media baru.
Media baru menyatukan pengguna dalam konteks interaksi sosial yang unik yaitu bergantung pada peralatan elektronik, dengan mensyaratkan partisipasi. F.J Downes and S.J McMillan, 2000, Defining interactivity: a qualitative identification of key dimensions’, New Media and Society, menyebutkan dengan konten dan rentang waktu yang terbatas, dapat menghubungkan orang-orang yang memiliki minat yang sama terhadap sesuatu dengan mudah dan cepat.
Lima dimensi interaktivitas membuat media baru bukan hanya bagian dari perkembangan telekomunikasi, tetapi membentuk formasi komunitas virtual yang dihubungkan oleh; arah komunikasi; fleksibilitas dan pertukaran waktu dan peran; lingkungan komunikasi; tingkat kontrol pada pesan yang disampaikan; bertujuan untuk bertukar pesan atau mempersuasi.
Unik memang, media baru dengan fungsi media sosialnya dapat menampilkan cara komunikasi alternatif, sebagai instrumen politik--baik untuk membentuk citra, opini publik, popularitas maupun sebagai media interaksi sesama partai, antar partai, politisi dengan konstituennya, Capres-Cawapres dengan calon pemilihnya--menjadikan media sosial menempati posisi strategis dan efektif sebagai salah satu media kampanye dan komunikasi politik. Memang tidak banyak politisi yang memunyai kapasitas mengeksplorasi fungsi dan peran media sosial sebagai strategi politik.
Harus diakui, media sosial telah menjadi alat berkomunikasi bagi rakyat yang semakin akrab dengan dunia digital. Hal ini merupakan dampak dari teknologi informasi telah berkembang cepat. Hampir semua orang memiliki gadget seperti telepon selular, yang sekaligus dapat digunakan untuk mengakses jaringan internet. Hasil survei terbaru Internet World Statisctic (IWS) 2012, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 55.000.000 orang atau sekitar 22 persen dari total populasi dengan jumlah pelanggan telepon seluler mencapai 269.989.000 orang.
Hal ini menjadi bukti bahwa perkembangan teknologi, terutama terkait media baru/media sosial berkembang dengan cepat dan pesat. Memang teknologi mengubah secara radikal cara manusia mengunakan pancaindera, cara berinteraksi, bereaksi terhadap sesuatu, mengubah hidup dan lingkungannya. Media baru tidak hanya melakukan pertukaran simbol dan makna satu orang ke orang lainnya, tetapi juga antara banyak orang ke banyak orang lainnya. Pembuatan, pertukaran dan penyimpanan pesan dapat dilakukan sekaligus dengan konten dan jangkauan khalayak yang tidak terbatas--sehingga dapat menciptakan khalayak informasi yang memiliki interaksi tinggi, ditandai kedekatan sosial kepada anggota khalayak lainnya.
Walaupun demikian, media baru ini tetap memiliki kelemahan, seperti; seringkali informasi kurang akurat, karena mengutamakan kecepatan dalam mengunggah informasi--menimbulkan persepsi dan pengaruh negatif. Selain itu media baru semakin mengaburkan perbedaan signifikan terkait konsep, fungsi, hingga bentuk operasional antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal dan kelompok.
Jelang Pilpres 2014, kemampuan media baru-spesifik media sosial telah menjadi perhatian khusus dalam strategi kampanye dan komunikasi politik. Seperti dijelaskan Maurice Vergeer, 2012 tulisannya berjudul “Politics, elections and online campaigning: Past, present . . . and a peek into the future”, bahwa perkembangan media baru yang erat kaitannya dengan hal politik telah melalui perkembangan sangat cepat dimana penggunaannya sebagai sarana politik dimulai tahun 1995 dan memiliki peningkatan drastis pada tahun 2006 yaitu ketika internet sudah mulai dapat diakses oleh masyarakat umum.
Media sosial akan semakin banyak dikembangkan sebagai sarana kampanye, sosialisasi isu politik maupun komunikasi politik. Majalah Marketeers, merilis tahun 2012, jumlah pengguna media sosial Facebook mencapai 50.489.350 dan Twitter mencapai 19.500.000, sangat wajar media sosial tersebut akan dimanfaatkan oleh para pelaku politik. Greg Elmer juga mengungkapkan hal serupa, dalam jurnalnya yang berjudul Live research:Twittering an election debate.
Sebagai contoh, terpilihnya Obama sebagai Presiden AS, terpilihnya Jokowi-Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Diakui ahli komunikasi dan pengamat politik, bahwa cara kampanye melalui media baru dianggap lebih efektif menarik rational voter yang mayoritas adalah pengguna aktif media baru--terlebih aktif menggunakan media sosial sebagai salah satu sumber informasi harian, dibandingkan menggunakan cara berkampanye politik konvensional seperti memakai media konvensional; televisi, radio, koran, spanduk dan baliho berukuran besar.
Karakter media baru umumnya banyak digunakan kaum muda berusia 18-40an. Kategori ini merupakan rational voters dan undecided voters yang lebih banyak mengakses media online daripada menonton televisi, mendengar radio atau membaca koran. Kalangan ini hampir mencapai 45 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Mesti juga dipahami, efektivitas penggunaan media sosial terletak pada penyampaian pesan-pesan politik dan program yang ingin disampaikan suatu Parpol, Capres-Cawapres tanpa harus terus menerus menghadiri tempat-tempat kampanye.
Mengingat sebagian besar pemilih pemula merupakan pengguna aktif internet sehingga melalui media sosial berbagai informasi akan mudah diperoleh dan dikonsumsi kapan dan dimana saja. Sehingga strategi komunikasi politik dan kampanye melalui media baru dengan memadukan pesan-pesan politik dan budaya pop menjadi penting dalam memenangkan proses politik kontemporer.
Oleh Kamaruddin Hasan
Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi Fisip, Unimal Aceh, Ketua Development for Research and Empowerment - DeRE-Indonesia (Sekolah Menulis & Kajian Media -SMKM-Atjeh dan Atjeh Analyst Club-A2C)
|