Kita sering mendengar kalimat "ACEH DAERAH MODAL" tapi banyak diantara kita yang tidak tau mengarah kemana atau berupa apa. Semangat juang kah.? berupa materi kah.? atau yang lainnya.?
Minimnya informasi yang kita peroleh tentang perjalanan sejarah negeri ini, terutama dibangku sekolah membuat semangat juang generasi kita berubah, dari semangat baja menjadi semangat tempe.
Banyak sejarah yang hilang dan terlupakan. Padahal sejarah adalah salah satu pijakan dasar untuk meniti jalannya suatu peradaban dimasa kini dan masa yang akan datang. "Jangan sekali-kali melupakan sejarah (JaSMeRah)", Ir. Soekarno (Agustus 1966) saat menanggapi kudeta merangkak melalui supersemar.
Minimnya informasi yang kita peroleh tentang perjalanan sejarah negeri ini, terutama dibangku sekolah membuat semangat juang generasi kita berubah, dari semangat baja menjadi semangat tempe.
Banyak sejarah yang hilang dan terlupakan. Padahal sejarah adalah salah satu pijakan dasar untuk meniti jalannya suatu peradaban dimasa kini dan masa yang akan datang. "Jangan sekali-kali melupakan sejarah (JaSMeRah)", Ir. Soekarno (Agustus 1966) saat menanggapi kudeta merangkak melalui supersemar.
Sebuah pesan yang singkat ini menyimpan sejuta makna. Namun sayangnya seiring perkembangan zaman, pesan ini berubah dan berujung menjadi harapan hampa. Saat ini, kita hanya memaknai sejarah sebatas pajangan tanggal dan sebatas momen seremonial belaka.
Menghayati makna yang hakiki dari suatu peristiwa sangat jarang atau bahkan sama sekali tak pernah tersentuh. Why.? Dimana yang salah.? Ntahlah... mungkin dilain waktu aja kita bahas. Back to topic "Aceh sebagai Daerah ModaL".
Menghayati makna yang hakiki dari suatu peristiwa sangat jarang atau bahkan sama sekali tak pernah tersentuh. Why.? Dimana yang salah.? Ntahlah... mungkin dilain waktu aja kita bahas. Back to topic "Aceh sebagai Daerah ModaL".
Sejarah yang Hilang dan Terlupakan
Mantan Presiden RI, Ir. Soekarno ketika menganugerahkan kepada Aceh dengan sebutan "Aceh Daerah ModaL" bukan tanpa alasan tapi atas prestasinya yang luar biasa dalam mengawal dan mengamankan RI dalam situasi gawat dan genting menghadapi "to be or not to be".
Kontribusi rakyat Aceh untuk RI sangat besar dalam menentukan sejarah bayi Republik Indonesia (RI) yang masih sangat muda dan dalam posisi yang sangat kritis saat itu, dimana RI telah dikepung dan diblokade dari segala jurusan oleh Belanda, baik dilaut maupun udara dengan mendirikan negara-negara "Boneka ala Van Mook".
Perjanjian Renville dan Linggarjati
Dalam dua buah perundingan yang melahirkan persetujuan Linggarjati dan Renville, jelas Belanda memaksakan kehendaknya. Perundingan tersebut dijadikan sebagai taktik oleh Belanda untuk mempersiapkan aksi militer berikutnya, diiringi konsolidasi ekonomi, militer dan politik Belanda.
Pasca perundingan "Linggarjati", secara politik Belanda mencoba melemahkan posisi RI dengan mendirikan negara bonekanya dikawasan Indonesia bagian Timur, seperti "Negara Indonesia Timur" dibentuk tanggal 25 Desember 1946. "Negara Kalimantan Timur" dibentuk Van Mook tanggal 12 Mei 1947 dan "Negara Borneo Tenggara" dibentuk 27 Mei 1947.
Pasca perundingan "Renville" upaya Belanda mengepung RI dengan mendirikan sejumlah negara "boneka" di daerah de facto RI , yaitu di pulau Jawa dan Sumatera. Negara Madura dibentuk tanggal 23 Januari 1948. Negara Sumatera Timur dibentuk tanggal 24 Maret 1948. Negara Pasundan dibentuk Tanggal 26 April 1948. Juga Negara Jawa Timur dan Negara Sumatera Selatan turut menyusul.
Di Aceh, Van Mook menyebarkan pamflet dari udara yang berisi ajakan membentuk Negara Islam Aceh lepas dari RI. Selebaran itu kemudian dibakar oleh Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Tgk. Mohd. Daud Beureueh. Karena dianggap menghina Aceh.
Agresi Militer II
Sebagai dampak dari kekecewaan Belanda atas kegagalan-kegalan tersebut, terutama gagalnya rencana busuk mereka dibalik resolusi Bandung, maka pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 03.00 WIB. Letnan Jenderal S.H. Spoor memerintahkan pasukannya menyerbu Yogyakarta dan menangkap Soekarno-Hatta.
Pada saat yang bersamaan pasukan Belanda disemua front di Jawa dan Sumatera diperintahkan untuk menghancurkan seluruh pertahanan garis status quo secara blizkrieg dengan sekali pukul dan diharapkan dapat menghabiskan perlawanan TNI dan sekaligus melumpuhkan Negara Republik Indonesia.
Satu-satunya front yang tidak mampu ditaklukkan serdadu Belanda pada awal agresi militer kedua itu adalah sektor barat/ utara front Medan Area yang dipertahankan oleh RIMA pasukan dari Aceh.
Pada saat Agresi Militer II Belanda ini, saat ibukota RI di Yogyakarta telah direbut oleh Belanda dan Soekarno-Hatta dijadikan tahanan rumah, Dubes Belanda di PBB Van Kleffens beserta Menlunya berkoar-koar dengan menuduh Republik ini sudah mati.
Saat itu hanya tersisa Jendral Sudirman yang masih bertahan dan menjalankan peperangan gerilya semesta dipulau Jawa. Dan daratan Aceh adalah satu-satunya wilayah propinsi di daerah Republik Indonesia yang masih tetap utuh dan tak tersentuh.
Dari Aceh lah via Radio Perjuangan "Rimba Raya" ditayangkan isu-isu nasional untuk menepis propaganda Belanda diradio "Batavia" atau "Hilversium" dan propaganda Van Kleffens di PBB.
Pembentukan Pemerintahan Darurat Indonesia (PDRI)
Sebagai akibat dari penangkapan dan penahan Soekarno-Hatta dan jatuhnya ibukota RI di Yogyakarta ke tangan Belanda, maka pada tanggal 28 Desember 1948 Mr. Sjafruddin Prawira Negara mengadakan rapat pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Rapat diadakan disebuah kantor dilingkungan perkebunan teh diwilayah Halaban, Kabupaten 50 koto, dihadiri oleh rombongan Menteri Sjafruddin yang berkunjung ke Sumatera Barat dan para tokoh masyarakat setempat.
Ibukota PDRI pada awalnya ditetapkan di Bukit Tinggi. Namun pada bulan Agustus 1949 dipindahkan ke Kutaradja (Banda Aceh) karena Sumatera Barat telah dikepung dan dikuasai oleh pasukan Belanda.
Aceh sebagai Garis Pertahanan RI terakhir
Kesatuan Artileri Divisi X TNI adalah sebuah kesatuan yang sangat disegani dan ditakuti oleh pesawat pemburu mustang Belanda, terutama yang berlokasi di Lhok Nga, Kutaradja (Banda Aceh), dan sekitarnya. Sebagai Komandan Kesatuan Artileri adalah Mayor Nyak Neh (Mantan Panglima Divisi Rencong). Dan Wakil Komandan Kapten Nukum Sanany (TRI/TNI).
Dibawahnya terdapat empat battery yang mengawal pertahanan udara dan pantai-pantai strategis, yaitu: Battery I (di sekitar ibukota propinsi Aceh, yaitu Banda Aceh), Battery II (di Rantau, Kuala Simpang, Aceh Timur), Battery III (mengcover sektor Ulee Lheue, Lhok Nga sampai ke Lhok Seudu), dan Battery Istimewa (Kumbang Hitam) yang dibangun untuk menunjang dan bekerjasama dengan Battery I. Keempat Battery tersebut menjalin kerjasama yang baik dengan infanteri. Pasukan ini terdiri dari TNI dan Tentara Pelajar Aceh.
Setelah Agresi Militer II, pasukan Belanda lebih banyak melakukan serangan udara dan laut di Kabupaten Aceh Besar, di pantai Sigli, Langsa dan Kuala Simpang untuk memukul mundur pasukan tapi serangan itu selalu dapat dipatahkan dan justru pasukan Belanda yang dipukul mundur.
Momen Penting Bung Karno dan Aceh
"Dimana-mana Belanda sudah mendirikan negara "boneka" untuk mengepung RI. Sudah waktunya sekarang pemuda-pemuda Aceh yang berdarah pahlawan siap melakukan "perang sabil" untuk mengusir kaum penjajah dari persada Ibu Pertiwi tercinta". (Ir. Soekarno, juni 1948 dilapangan terbang militer Lhok Nga.)
"Biar Republik Indonesia tinggal selebar "payung", kita harus berjuang terus dengan "ACEH sebagai Daerah Modal" dalam meneruskan cita-cita proklamsi 17 Agustus 1945 dan meneruskan perjuangan kemerdekaan Bangsa dan Negara". (Ir. Soekarno, juni 1948 di Kota Asan, Sigli)
"Negara kita dalam keadaan gawat, ruang gerak kita dipersempit dan sekarang hanya daerah Aceh satu-satunya wilayah Rl masih utuh yang tidak diduduki militer Belanda. Aceh menjadi penting sebagai alternatif satu-satunya yang menentukan kedudukan dan cita-cita bangsa dan negara RI. Karena itulah saya namakan "Aceh Daerah Modal", modal untuk melanjutkan perjuangan dan cita-cita kemerdekaan yang diproklamasikan tanggal 17Agustus 1945" (Ir. Soekarno, di Markas Divisi X, Kota Juang Bireun, juni 1948)
"Saya minta bantuan Kakak (panggilan Bung Karno kepada Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Jend. May. Tgk. Mohd. Daud Beureueh) agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945". (Ir. Soekarno, dipendopo keresidenan Aceh di Kutaraja, juni 1948)
"Seandainya kolonial Belanda mengadakan serangan terhadap RI dengan menduduki Yogyakarta, maka Aceh ditunjuk sebagai Pusat Pemerintahan Darurat RI". (Jend. TNI AD. A.H. Nasution)
Pesawat Udara Seulawah RI-001 dan RI-002
dan Dana Sumbangan Rakyat Aceh $ 20.000.000,-
Bung Karno mengundang tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat pengusaha serta pemuda untuk bertatap muka langsung. Bung Karno menantang jiwa patriotisme rakyat Aceh untuk meneruskan dan melestarikan perjuangan kemerdekaan RI. "Saya sangat mengharapkan malam ini dapat terkumpul sejumlah dana perjuangan untuk membeli sebuah pesawat terbang, yang sangat diperlukan dalam tahap perjuangan kemerdekaan sekarang ini. Saya tidak makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul", (Bung Karno, di Hotel Aceh, juni 1948)
Tidak lama setelah itu, terkumpul lah dana sebesar 120.000 dollar Singapura dan emas 20 kg, cukup untuk membeli dua pesawat terbang jenis Dakota. Dalam jumlah itu telah masuk sumbangan Pemda Aceh, yang diberikan oleh Residen T.T. Daud Syah.
Pesawat itu kemudian oleh Bung Karno diberi nama :"Seulawah RI-001 dan RI-002" sebagai penghormatan untuk masyarakat Aceh yang secara ikhlas dan tulus telah memberikan sumbangan yang berharga pada situasi sulit untuk bangsa yang sedang berjuang. Sebagai tanda kesetiaan rakyat Aceh pada NKRI.
Semenjak itu dana perjuangan terus dikumpulkan dari rakyat Aceh, sehingga keseluruhan dana perjuangan yang terkumpul dari rakyat Aceh pernah tercatat mencapai angkai > $.20.000.000,- (Singapura/ Malaysia) yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan para duta-duta dan kantor Perwakilan RI di luar negeri.
Diantaranya Singapura, Penang, India, Manila, Perwakilan kita di PBB. Termasuk biaya duta keliling H. Agus Salim ke Timur Tengah dan biaya Konperensi Asia di New Delhi. Biaya ini diserahkan melalui Duta kita Utoyo Ramelan, SH di Singapura dan Dr. Sudarsono di New Delhi, India. (Aceh Daerah Modal:249)
Aceh Daerah Modal adalah:
Pengkaburan Sejarah Aceh
Sangat disayangkan memang, bila apa yang terpapar diatas sangat sulit ditemui atau bahkan hilang sama sekali dibuku sejarah di sekolah-sekolah. Salah satu upaya pengkaburan sejarah.? atau sengaja memutus mata rantai sejarah berdirinya RI.? Diakui atau tidak, inilah yang terjadi di negeri tercinta ini.
Patriotisme, Nasionalisme dan Loyalitas Rakyat Aceh, saat mempertahankan NKRI disaat-saat kritis dengan pertumpahan darah dan pengorbanan harta benda yang begitu besar tersamarkan dengan sosok super hero Soeharto pada serangan umum 1 Maret. Dan tersamarkan pula dengan aksi heroik arek-arek suroboyo pada tanggal 10 November. Padahal kedua momen tersebut tak kan berarti apa-apa bila disaat RI sakit keras dan nyaris mati tidak dibantu dan dipertahankan oleh rakyat Aceh.
Tgk. Mohd. Daud Bereueh, Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Tokoh ulama militer yang sangat kharismatik dan disegani termasuk oleh Bung Karno sendiri juga memiliki andil yang cukup besar dalam mempertahankan NKRI di garis pertahanan terakhir. Dan RI bisa saja tamat disaat itu juga bila beliau memilih ajakan Van Mook untuk mendirikan Negara Islam Aceh.
Tapi lagi-lagi pembunuhan karakter dan tersamarkan dengan aksi super hero Jendral Sudirman yang hanya berperang secara gerilya di tanah jawa yang sudah dikuasai Belanda. Dan prestasi gemilang Tgk. Mohd. Daud Bereueh dalam mempertahankan NKRI malah dihilangkan, justru yang dimunculkan adalah saat beliau memimpin pemberontakan DI/TII dengan mengenyampingkan alasan mengapa beliau melakukakannya.
Apa yang terjadi kemudian setelah pengorbanannya yang begitu besar kepada Republik ini..? Aceh malah dikhianati, ditindas, pembantaian etnis Aceh, pembunuhan ulama-ulama Aceh dan dituduh sebagai pengkhianat yang makar dan kesetiaannya pada NKRI malah diragukan. Sungguh pengkaburan sejarah yang sangat biadab dan pembunuhan karakter yang sangat menyesakkan dada.
Aceh memang pada akhirnya memberontak dengan DI/TII dan AM/GAM. Tapi itu semua tentu punya alasan yang cukup jelas dan logis yang melatarbelakanginya.
Ini yang saya sebut pengkaburan sejarah dan pembunuhan karakter. Karena alasan rakyat Aceh memberontak dihilangkan dari sejarah, yang dimunculkan justru bahaya negara NKRI akibat aksi pemberontakan itu.
Baca juga:
Aceh Bukan Pengkhianat tapi Aceh dikhianati...
DI/TII Aceh; Gejolak Kekecewaan Sang Pejuang Kemerdekaan...
Mantan Presiden RI, Ir. Soekarno ketika menganugerahkan kepada Aceh dengan sebutan "Aceh Daerah ModaL" bukan tanpa alasan tapi atas prestasinya yang luar biasa dalam mengawal dan mengamankan RI dalam situasi gawat dan genting menghadapi "to be or not to be".
Kontribusi rakyat Aceh untuk RI sangat besar dalam menentukan sejarah bayi Republik Indonesia (RI) yang masih sangat muda dan dalam posisi yang sangat kritis saat itu, dimana RI telah dikepung dan diblokade dari segala jurusan oleh Belanda, baik dilaut maupun udara dengan mendirikan negara-negara "Boneka ala Van Mook".
Perjanjian Renville dan Linggarjati
Dalam dua buah perundingan yang melahirkan persetujuan Linggarjati dan Renville, jelas Belanda memaksakan kehendaknya. Perundingan tersebut dijadikan sebagai taktik oleh Belanda untuk mempersiapkan aksi militer berikutnya, diiringi konsolidasi ekonomi, militer dan politik Belanda.
Pasca perundingan "Linggarjati", secara politik Belanda mencoba melemahkan posisi RI dengan mendirikan negara bonekanya dikawasan Indonesia bagian Timur, seperti "Negara Indonesia Timur" dibentuk tanggal 25 Desember 1946. "Negara Kalimantan Timur" dibentuk Van Mook tanggal 12 Mei 1947 dan "Negara Borneo Tenggara" dibentuk 27 Mei 1947.
Pasca perundingan "Renville" upaya Belanda mengepung RI dengan mendirikan sejumlah negara "boneka" di daerah de facto RI , yaitu di pulau Jawa dan Sumatera. Negara Madura dibentuk tanggal 23 Januari 1948. Negara Sumatera Timur dibentuk tanggal 24 Maret 1948. Negara Pasundan dibentuk Tanggal 26 April 1948. Juga Negara Jawa Timur dan Negara Sumatera Selatan turut menyusul.
Di Aceh, Van Mook menyebarkan pamflet dari udara yang berisi ajakan membentuk Negara Islam Aceh lepas dari RI. Selebaran itu kemudian dibakar oleh Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Tgk. Mohd. Daud Beureueh. Karena dianggap menghina Aceh.
Agresi Militer II
Sebagai dampak dari kekecewaan Belanda atas kegagalan-kegalan tersebut, terutama gagalnya rencana busuk mereka dibalik resolusi Bandung, maka pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 03.00 WIB. Letnan Jenderal S.H. Spoor memerintahkan pasukannya menyerbu Yogyakarta dan menangkap Soekarno-Hatta.
Pada saat yang bersamaan pasukan Belanda disemua front di Jawa dan Sumatera diperintahkan untuk menghancurkan seluruh pertahanan garis status quo secara blizkrieg dengan sekali pukul dan diharapkan dapat menghabiskan perlawanan TNI dan sekaligus melumpuhkan Negara Republik Indonesia.
Satu-satunya front yang tidak mampu ditaklukkan serdadu Belanda pada awal agresi militer kedua itu adalah sektor barat/ utara front Medan Area yang dipertahankan oleh RIMA pasukan dari Aceh.
Pada saat Agresi Militer II Belanda ini, saat ibukota RI di Yogyakarta telah direbut oleh Belanda dan Soekarno-Hatta dijadikan tahanan rumah, Dubes Belanda di PBB Van Kleffens beserta Menlunya berkoar-koar dengan menuduh Republik ini sudah mati.
Saat itu hanya tersisa Jendral Sudirman yang masih bertahan dan menjalankan peperangan gerilya semesta dipulau Jawa. Dan daratan Aceh adalah satu-satunya wilayah propinsi di daerah Republik Indonesia yang masih tetap utuh dan tak tersentuh.
Dari Aceh lah via Radio Perjuangan "Rimba Raya" ditayangkan isu-isu nasional untuk menepis propaganda Belanda diradio "Batavia" atau "Hilversium" dan propaganda Van Kleffens di PBB.
Aceh Daerah ModaL
Pembentukan Pemerintahan Darurat Indonesia (PDRI)
Sebagai akibat dari penangkapan dan penahan Soekarno-Hatta dan jatuhnya ibukota RI di Yogyakarta ke tangan Belanda, maka pada tanggal 28 Desember 1948 Mr. Sjafruddin Prawira Negara mengadakan rapat pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Rapat diadakan disebuah kantor dilingkungan perkebunan teh diwilayah Halaban, Kabupaten 50 koto, dihadiri oleh rombongan Menteri Sjafruddin yang berkunjung ke Sumatera Barat dan para tokoh masyarakat setempat.
Ibukota PDRI pada awalnya ditetapkan di Bukit Tinggi. Namun pada bulan Agustus 1949 dipindahkan ke Kutaradja (Banda Aceh) karena Sumatera Barat telah dikepung dan dikuasai oleh pasukan Belanda.
Aceh sebagai Garis Pertahanan RI terakhir
Kesatuan Artileri Divisi X TNI adalah sebuah kesatuan yang sangat disegani dan ditakuti oleh pesawat pemburu mustang Belanda, terutama yang berlokasi di Lhok Nga, Kutaradja (Banda Aceh), dan sekitarnya. Sebagai Komandan Kesatuan Artileri adalah Mayor Nyak Neh (Mantan Panglima Divisi Rencong). Dan Wakil Komandan Kapten Nukum Sanany (TRI/TNI).
Dibawahnya terdapat empat battery yang mengawal pertahanan udara dan pantai-pantai strategis, yaitu: Battery I (di sekitar ibukota propinsi Aceh, yaitu Banda Aceh), Battery II (di Rantau, Kuala Simpang, Aceh Timur), Battery III (mengcover sektor Ulee Lheue, Lhok Nga sampai ke Lhok Seudu), dan Battery Istimewa (Kumbang Hitam) yang dibangun untuk menunjang dan bekerjasama dengan Battery I. Keempat Battery tersebut menjalin kerjasama yang baik dengan infanteri. Pasukan ini terdiri dari TNI dan Tentara Pelajar Aceh.
Setelah Agresi Militer II, pasukan Belanda lebih banyak melakukan serangan udara dan laut di Kabupaten Aceh Besar, di pantai Sigli, Langsa dan Kuala Simpang untuk memukul mundur pasukan tapi serangan itu selalu dapat dipatahkan dan justru pasukan Belanda yang dipukul mundur.
Momen Penting Bung Karno dan Aceh
"Dimana-mana Belanda sudah mendirikan negara "boneka" untuk mengepung RI. Sudah waktunya sekarang pemuda-pemuda Aceh yang berdarah pahlawan siap melakukan "perang sabil" untuk mengusir kaum penjajah dari persada Ibu Pertiwi tercinta". (Ir. Soekarno, juni 1948 dilapangan terbang militer Lhok Nga.)
"Biar Republik Indonesia tinggal selebar "payung", kita harus berjuang terus dengan "ACEH sebagai Daerah Modal" dalam meneruskan cita-cita proklamsi 17 Agustus 1945 dan meneruskan perjuangan kemerdekaan Bangsa dan Negara". (Ir. Soekarno, juni 1948 di Kota Asan, Sigli)
"Negara kita dalam keadaan gawat, ruang gerak kita dipersempit dan sekarang hanya daerah Aceh satu-satunya wilayah Rl masih utuh yang tidak diduduki militer Belanda. Aceh menjadi penting sebagai alternatif satu-satunya yang menentukan kedudukan dan cita-cita bangsa dan negara RI. Karena itulah saya namakan "Aceh Daerah Modal", modal untuk melanjutkan perjuangan dan cita-cita kemerdekaan yang diproklamasikan tanggal 17Agustus 1945" (Ir. Soekarno, di Markas Divisi X, Kota Juang Bireun, juni 1948)
"Saya minta bantuan Kakak (panggilan Bung Karno kepada Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Jend. May. Tgk. Mohd. Daud Beureueh) agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945". (Ir. Soekarno, dipendopo keresidenan Aceh di Kutaraja, juni 1948)
"Seandainya kolonial Belanda mengadakan serangan terhadap RI dengan menduduki Yogyakarta, maka Aceh ditunjuk sebagai Pusat Pemerintahan Darurat RI". (Jend. TNI AD. A.H. Nasution)
Pesawat Udara Seulawah RI-001 dan RI-002
dan Dana Sumbangan Rakyat Aceh $ 20.000.000,-
Bung Karno mengundang tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat pengusaha serta pemuda untuk bertatap muka langsung. Bung Karno menantang jiwa patriotisme rakyat Aceh untuk meneruskan dan melestarikan perjuangan kemerdekaan RI. "Saya sangat mengharapkan malam ini dapat terkumpul sejumlah dana perjuangan untuk membeli sebuah pesawat terbang, yang sangat diperlukan dalam tahap perjuangan kemerdekaan sekarang ini. Saya tidak makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul", (Bung Karno, di Hotel Aceh, juni 1948)
Tidak lama setelah itu, terkumpul lah dana sebesar 120.000 dollar Singapura dan emas 20 kg, cukup untuk membeli dua pesawat terbang jenis Dakota. Dalam jumlah itu telah masuk sumbangan Pemda Aceh, yang diberikan oleh Residen T.T. Daud Syah.
Pesawat itu kemudian oleh Bung Karno diberi nama :"Seulawah RI-001 dan RI-002" sebagai penghormatan untuk masyarakat Aceh yang secara ikhlas dan tulus telah memberikan sumbangan yang berharga pada situasi sulit untuk bangsa yang sedang berjuang. Sebagai tanda kesetiaan rakyat Aceh pada NKRI.
Semenjak itu dana perjuangan terus dikumpulkan dari rakyat Aceh, sehingga keseluruhan dana perjuangan yang terkumpul dari rakyat Aceh pernah tercatat mencapai angkai > $.20.000.000,- (Singapura/ Malaysia) yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan para duta-duta dan kantor Perwakilan RI di luar negeri.
Diantaranya Singapura, Penang, India, Manila, Perwakilan kita di PBB. Termasuk biaya duta keliling H. Agus Salim ke Timur Tengah dan biaya Konperensi Asia di New Delhi. Biaya ini diserahkan melalui Duta kita Utoyo Ramelan, SH di Singapura dan Dr. Sudarsono di New Delhi, India. (Aceh Daerah Modal:249)
Aceh Daerah Modal adalah:
- Modal perjuangan dalam bentuk daerah kekuasan teritorial, sebagai garis pertahanan RI yang terakhir. Saat Agresi Militer II hanya Aceh lah satu-satunya daerah di RI yang tersisa dan tak tersentuh militer Belanda. Dan menjadi ibukota negara RI pada masa Pemerintahan Darurat RI (PDRI). Bila Aceh hancur atau tidak ada maka RI Tamat.
- Modal dalam bentuk sumbangan dana perjuangan untuk pembelian pesawat dan untuk biaya operasional PDRI serta membiayai duta-duta RI yang ada diluar negeri. Bila Aceh tidak ada, maka negeri tercinta ini hanya ada dalam kisah dongeng belaka.
Pengkaburan Sejarah Aceh
Sangat disayangkan memang, bila apa yang terpapar diatas sangat sulit ditemui atau bahkan hilang sama sekali dibuku sejarah di sekolah-sekolah. Salah satu upaya pengkaburan sejarah.? atau sengaja memutus mata rantai sejarah berdirinya RI.? Diakui atau tidak, inilah yang terjadi di negeri tercinta ini.
Patriotisme, Nasionalisme dan Loyalitas Rakyat Aceh, saat mempertahankan NKRI disaat-saat kritis dengan pertumpahan darah dan pengorbanan harta benda yang begitu besar tersamarkan dengan sosok super hero Soeharto pada serangan umum 1 Maret. Dan tersamarkan pula dengan aksi heroik arek-arek suroboyo pada tanggal 10 November. Padahal kedua momen tersebut tak kan berarti apa-apa bila disaat RI sakit keras dan nyaris mati tidak dibantu dan dipertahankan oleh rakyat Aceh.
Tgk. Mohd. Daud Bereueh, Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Tokoh ulama militer yang sangat kharismatik dan disegani termasuk oleh Bung Karno sendiri juga memiliki andil yang cukup besar dalam mempertahankan NKRI di garis pertahanan terakhir. Dan RI bisa saja tamat disaat itu juga bila beliau memilih ajakan Van Mook untuk mendirikan Negara Islam Aceh.
Tapi lagi-lagi pembunuhan karakter dan tersamarkan dengan aksi super hero Jendral Sudirman yang hanya berperang secara gerilya di tanah jawa yang sudah dikuasai Belanda. Dan prestasi gemilang Tgk. Mohd. Daud Bereueh dalam mempertahankan NKRI malah dihilangkan, justru yang dimunculkan adalah saat beliau memimpin pemberontakan DI/TII dengan mengenyampingkan alasan mengapa beliau melakukakannya.
Apa yang terjadi kemudian setelah pengorbanannya yang begitu besar kepada Republik ini..? Aceh malah dikhianati, ditindas, pembantaian etnis Aceh, pembunuhan ulama-ulama Aceh dan dituduh sebagai pengkhianat yang makar dan kesetiaannya pada NKRI malah diragukan. Sungguh pengkaburan sejarah yang sangat biadab dan pembunuhan karakter yang sangat menyesakkan dada.
Aceh memang pada akhirnya memberontak dengan DI/TII dan AM/GAM. Tapi itu semua tentu punya alasan yang cukup jelas dan logis yang melatarbelakanginya.
Ini yang saya sebut pengkaburan sejarah dan pembunuhan karakter. Karena alasan rakyat Aceh memberontak dihilangkan dari sejarah, yang dimunculkan justru bahaya negara NKRI akibat aksi pemberontakan itu.
Baca juga:
Aceh Bukan Pengkhianat tapi Aceh dikhianati...
DI/TII Aceh; Gejolak Kekecewaan Sang Pejuang Kemerdekaan...
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Referensi:
- Pasukan Meriam Nukum Sanany, B. Wiwoho, (1985)
- Semangat Merdeka (70 tahun menempuh jalan pergolakan & perjuangan kemerdekaan), A. Hasjmy (1985)
- Bunga Rampai Sejarah Aceh, Ismail Sunny, (1985)
Referensi:
- Pasukan Meriam Nukum Sanany, B. Wiwoho, (1985)
- Semangat Merdeka (70 tahun menempuh jalan pergolakan & perjuangan kemerdekaan), A. Hasjmy (1985)
- Bunga Rampai Sejarah Aceh, Ismail Sunny, (1985)
- Sejarah Perjuangan Nasional di bidang Bersenjata, DR. A.H Nasution, Jenderal TNI-AD, (1987)
- Islam, Sejarah dan Politik di Aceh, Taufik Abdullah, (1987)
- Jihad Akbar di Medan Area, Amran Zamzami, (1988)
- Peranan dan Perkembangan Artileri dalam Revolusi Fisik di Daerah Aceh 1945-1950
Kisah pelaku sejarah Buchary AS, Mayor Purn (1989)
- Peranan Rakyat Aceh dalam perjuangan di front Medan Area, A.A. Ekel, Kolonel (Pum) dalam makalah, (1989)
- Aceh Daerah Modal, Tgk. A.K. Jakobi (1992)
Wassalam...- Islam, Sejarah dan Politik di Aceh, Taufik Abdullah, (1987)
- Jihad Akbar di Medan Area, Amran Zamzami, (1988)
- Peranan dan Perkembangan Artileri dalam Revolusi Fisik di Daerah Aceh 1945-1950
Kisah pelaku sejarah Buchary AS, Mayor Purn (1989)
- Peranan Rakyat Aceh dalam perjuangan di front Medan Area, A.A. Ekel, Kolonel (Pum) dalam makalah, (1989)
- Aceh Daerah Modal, Tgk. A.K. Jakobi (1992)