29 November 2016

Kabar Aceh Untuk Dunia


Mencermati Tipologi Pemilih; Pilkada Aceh 2017

  • PORTALSATU
  • 29 November 2016 10:45 WIB

Kamaruddin Hasan. @IST
Kamaruddin Hasan. @IST

Oleh Kamaruddin Hasan

Pemilukada (Pilkada) sebagai ritual politik lima tahunan ini teramat penting sebagai mekanisme konstitusional yang mesti ditempuh untuk mengganti pemimpin di tampuk kekuasaan. Kemajuan, kedewasaan, demokrasi sebuah daerah, negara bangsa juga ditentukan lewat prosesi pemilu. Pemilu tak hanya menjadi penting bagi kelompok kepentingan semata tapi juga teramat krusial bagi seluruh masyarakat Aceh.

Sebagai warga yang baik, tentu siap ambil andil dalam setiap tahapan pemilukada Aceh 2017, dengan catatan diharapkan semua pemilih mesti sudah paham atau mafhum dengan dinamika pemilukada  yang identik dengan kontestasi, apalagi saat ini  genderang “perang” sudah ditabuhkan secara kencang oleh tiap-tiap kontestan dan parpol dalam perhelatan lima tahunan pemilukada Aceh. Bahkan manuver politik sudah dilakukan jauh-jauh hari dengan berbagai cara dan perilaku, baik yang "halal konstitusional" sampai yang "haram konstitusional".

Bagi pemilih- masyarakat Aceh, sudah terbiasa melihat realitas saat ini;  bagaimana wacana diramu, propaganda dijalankan, persuasi pemilih, opinion leader, money politics, penggelembungan suara, membeli elektabilitas lewat survei politik, kampanye terselubung, menekan psikologis publik, hingga gugat-menggugat di Mahkamah Konstitusi, dan lain-lain merupakan bagian dari halal-haramnya konstitusional yang sedang berjalan di Aceh. Tujuan dari semua manuver politik ini cuma satu, merangkul sebanyak-banyaknya pemilih demi meraup kumulasi suara yang signifikan pada pemilukada 2017. 

Tentu ketika, berbicara kumulasi suara, berarti membahas yang dipilih kandidat atau kontestan, partai dan tentu saja yang memilih atau pemilih.  Kemudian bagaimana strategi yang perlu dilakukan oleh kandidat, kontestan, partai demi meraup insentif elektoral ini.  Tentu, salah satu caranya dengan mengidentifikasi tipologi pemilih. Hal ini penting, agar strategi kampanye atau strategi pemenangan dapat diformulasikan dengan tepat, guna pesanpesan komunikasi tepat sasaran dan berpengaruh layaknya seperti teori jarum suntik, yang menyasar lebih efisien ke kantung-kantung pemilih. Sebagai pemilih, juga perlu memahami di mana posisi dan perannya.

Sebelum melangkah lebih jauh, perlu kita pahami tipologi pemilih, perlu diketahui dua kategori yang melahirkan tipologi pemilih. Kategori ini terbentuk dari subjektivitas dan objektivitas dari individu pemilih yang selanjutnya akan menjadi orientasi dasar untuk memilih kandidatkonstentan atau partai politik.

Mengingat, identifikasi tipologi pemilih dalam pemilu penting dilakukan oleh partai politik, kandidat dan atau konsultan politik - pemilu. Memahami secara baik dan benar karakteristik pemilih dalam pemilukada Aceh 2017, menjadi salah salah satu prasyarat dalam memenangkan Pilkada. Karakteristik pemilih sangat berguna untuk menentukan strategi pemenangan dan metode campaign apa yang akan digunakan oleh partai, kandidat, tim sukses, jurkam, konsultan politik untuk meraih suara sebanyak-banyaknya. Salah satu lumbung suara yang besar dalam pemilukada Aceh 2017 adalah pemilih kelas menengah, pemilih  pemula dan kaum perempuan.

Pertama, kategori atau variabel policy-problem-solving, artinya bagi pemilih yang berpegang pada variabel ini, mereka akan menilai dan menimbang program kerja parpol atau kandidat mana saja yang bisa menyentuh permasalahan mereka, permasalahan dalam kelompok tertentu atau masyarakat. Parpol atau kandidat/kontestan yang program kerjanya tidak jelas, bakal ditinggalkan bahkan dibuang alias tidak dipilih.

Kedua, kategori atau variabel ideology, variabel ini cenderung membuat pemilih condong pada kandidat-kontestan dan parpol beradasarkan aspek-aspek subjektivitas seperti kesamaan daerah/geografis, kesamaan budaya, agama, moral, norma, dan psikografis. Kalau kategori ini mampu dikelola oleh kandidat atau, maka mereka akan mendapatkan basis masa tradisional.

Dari dua kategori atau variabel tersebut, akan muncul secara umum empat tipologi atau karakteristik segmen pemilih menengah dalam pemilukada Aceh 2017, dapat dilihat dalam empat kategori, antara lain:

Pertama, swing voters atau “Pemilih abu-abu atau galau”. Pemilih ini sebagai pemilih yang mengikuti kemana arah suara kebanyakan mengalir, mereka memilih kandidat, Partai karena mengikuti kebanyakan orang memilih partai, kandidat tertentu, mereka juga cenderung juga tidak loyal terhadap partai, kandidat tertentu. Tipe pemilih ini adalah memiliki jumlah paling besar diantara tiga tipe lainnya.

Kedua, Rational voters “pemilih cerdas,  pemilih kategori ini  merupakan pemilih yang cenderung rasional dalam menentukan pilihan baik kandidat maupun partai pilihannya. Biasanya pilihan kandidat , partai politik yang di pilih dengan pertimbangan platform, ideologi, program, dan figure. Kebanyakan dari mereka sudah memiliki pilihan kandidat dan partai yang aka dipilih dalam pemilukada Aeh 2017.  Kandidat atau Parpol mesti exstra hati-hati dengan pemilih kategori ini, sebab mereka sangat mudah bermain hati, berganti  kandidat adn kostum partai. Pemilih jenis ini, jangan sampai menciderai rasionalitasnya, karena tak sungkan-sungkan pemilih tipe ini akan loncat ke kandidat atau  partai tetangga.  Pemilih tipe ini lebih cenderung pada variabel policy-problem-solving alias mereka akan pilih kandidat atau partai politik berdasarkan track record, program kerja, dan karakteristik kandidat, parpol yang dianggap berpengalaman dan mumpuni. Masalah kandidat dari wilayah mana, tidak terlalu dipedulikan pemilih rasional. Pemilih jenis ini sulit dipengaruhi secara dogmatis, tradisional, sebab mereka mengandalkan analisis kognitif dan pertimbangan logis. Cara meraih suara mereka, mempengaruhi benteng rasional voternya salah satu dengan strategi marketing politik kandidat atau parpol mesti lebih kreatif, inovatif, dan faktual verifikatif. Pemilih rasional punya daya tawar-menawar selama periode kampanye dengan kandidat, kontestan atau partai.

Tipe Pemilih rasional ini, sering juga disebut pemilih kritis, memang beda-beda tipis dengan pemilih rasional. Mereka lebih dikenal pemilih jalan tengah alias menganut variabel policy-problem-solving juga variabel ideology. Masalah kesetiaan, pemilih kritis terbilang cukup setia terhadap kandidat atau parpol pilihannya. Mereka akan melihat korelasi antara ideologi kandidat dan partai dengan program kerjanya. Misalnya kalau ideologi A yang ditampilkan sedangkan program kerja mengarah B, maka kandidat dan parpol akan dicap tidak konsisten, bahkan akan dikritik habis-habisan. Kalau kandidat dan parpol masih belum merubah arah sesuai dengan konsistensi antara ideologi dan program kerja,  bisa saja mereka akan akan pindah ke kandidat, partai atau bahkan membuat partai baru. Pemilih kritis cocok dimasukkan dalam kader parpol, dikelola dengan sistem yang baik untuk menuai generasi emas dari sebuah parpol. Manfaatnya, ketersediaan stok kader pemimpin ideal tetap ada. Semakin banyak pemilih rasional dan kritis, semakin baik dinamika yang timbul dari proses pemilukada Aceh 2017.

Ketiga, Apathetic voters “Pemilih vuek”,  pemilih ini merupakan pemilih yang cenderung apatis, mereka pemilih yang cuek dan tidak peduli  dengan kandidat, partai yang akan mereka coblos di pemilukada 2017. Sebagian besar dari mereka masih bimbang dan belum menentukan kandidat, partai mana yang akan mereka pilih. Pemilih ini didominasi pemilih mula dan muda. Tipe pemilih skeptis dan apatis, disinilah berkumpulnya para golongan putih (golput). Jenis pemilih ini sangat kecil orientasi mereka pada ideologi maupun kibajakan kandidat dan partai. Mereka tidak berperhatian pada platfrom parpol, pasif dalam turut berpartisipasi dalam prosesi politik, sudah tidak percaya lagi dengan pemimpin. Siapapun yang memimpin, bagi mereka tak akan mampu memberi perubahan atau harapan untuk mereka. Kalau pun memilih di TPS, mereka akan nyoblos sesukanya tanpa kenal siapa yang dipilih.  Kandidat dan Parpol butuh perjuangan ekstra untuk merebut perhatian jenis pemilih skeptis. Proses literasi politiknya harus dilakukan berkesinambungan, supaya mampu menekan angka golput saat pemilukada Aceh. Tentu Ini bukan hanya tanggungjawab para kandidat atau parpol saja, tetapi juga tanggung jawab semua elemen untuk turut serta memberi edukasi politik bagi siapapun di lingkungannya  untuk melek politik. Yang penting dipahami adalah  pemilih adalah urat nadi politik, penentu keberhasilan pesta demokrasi pemilu, bahkan penentu hidup matinya kedewasaan politik dan demokrasi sebuah daerah, bangsa negara .

Keempat, Conservative voters “Pemilih tradisional”,  Pemilih yang cenderung memilih kandidat atau partai yang memiliki latar belakang agama. Sebagian dari mereka masih bimbang dengan pilihan kandidat atau partai yang akan di pilih. Tipe pemilih ini kebalikan 100 persen dari pemilih rasional karena sangat kuat perpegang pada variabel ideologi. Kedekatan sosial budaya, asal-usul, agama, budaya, mitos parpol, historisitas berjenjang parpol, dianggap sebagai parameter utama. soal kebijakan ekonomi, pendidikan, inflasi, menjadi urusan kedua. Salah satu indikator utama pemilih tradisonal yang bisa diidentifikasi yaitu rendahnya tingkat pendidikan, cenderung manut pada aktor komunikasi politik sosial tradisional, taat pada leader parpol, dan konservatif dalam memegang ideologi. Figur kandidat ataun parpol menjadi aktor utama bagi pemilih jenis ini, bahkan mereka kadang menyampuradukkan citra figur dengan citra parpol. Figur baik, pasti partai baik. Figur buruk, partai buruk. Pemilih tradisional masih menjadi mayoritas di Aceh bahkan Indonesia.

Lalu dengan melihat tipologi segmen tadi, pertanyaannya adalah apa implikasinya terhadap kedewasaan berpolitik atau pertanyaan umummnya  bagaimana implikasi terhadap masa depan demokrasi di Aceh? Kita sadari bersama bahwa kedewasaan politik dan demokrasi di Aceh khususnya dan Indonesia secara umum masih merangkak dan tertatih-tatih.

Tentu hal ini berpengaruh terhadap kematangan dan kedewasaan pemilihnya. Hal ini, terlihat dari jumlah pemilih yang sebagian besar masih pemilih abu-abu/galau/Swing Voters, menunjukkan hal ini. Apalagi pemilih di Aceh masih mudah terpukau dengan trend sesaat. Masih belum banyak pemilih di Aceh yang memilih karena faktor platform atau ideologi kandidat, partai. Pemilih masih cenderung abu-abu dalam afiliasi politiknya, dan baru kelihatan ketika menjelang pemilu.

Akhirnya dengan seiring berjalannya waktu, tentu saja kita berharap pemilih dalam pemilukada Aceh 2017, akan semakin banyak pemilih cerdas-rasional voters dan kritis dalam menentukan pilihannya. Pemilih yang cuek  - apathetic voters, dan conservative voters - pemilih tradisional akan semakin sedikit. Sehingga litercy politik - melek politik sebagai pengetahuan publik terhadap berbagai dinamika politik semakin meningkat dan partasipasi pemilih juga akan semakin meningkat dan tinggi, sebagai salah satu indokator kesuksesan dan keberhasilan pemiluka Aceh 2017. Ngomong-ngomong, masuk tipologi pemilih manakah Anda?

* Kamaruddin Hasan, pengamat Komunikasi Politik- Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unimal.

Editor: IRMANSYAH D GUCI

Berita Terkait


portalsatu.com © 2015. All Rights Reserved.