Hasan, Kamaruddin (2013) IMAGE: PEMATERI:Seminar sehari penanggulangan kriminalitas di perairan selat malaka (Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara), Kamis 21 November 2013, di Aula Kantor Walikota Lhokseumawe. DIRJEN KESBANGPOL KEMENDAGRI bersama LIPMAGA-Aceh. TEMA PAPER: KOMUNIKASI, SINERGISITAS DAN KOORDINASI PARA PIHAK: DALAM PENANGANAN PERAIRAN SELAT MALAKA. [Image] (In Press)
|
Text
IMAGE- SEMINAR SEHARI TENTANG SELAT MALAKA, PDF.pdf Download (289kB) | Preview |
Abstract
Perairan laut Aceh berbatasan langsung dengan perairan sejumlah negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand bahkan India. Atas dasar itu perairan laut Aceh khususnya samudera Hindia kerap dijadikan sebagai jalur penyeludupan dan kriminalitas lainnya di Aceh. Seluruh masyarakat terkait dengan keamanan laut, keselamatan di laut, perbatasan dan lain sebagainya. Seperti illigal fishing, narkoba, perompak dan bahkan penyeludupan senjata ini masih rawan terjadi di diselat malaka. Sehingga upaya menjaga dan mengamankan perairan Aceh khususnya Selat Malaka dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat. Selat Malaka secara geopolitik penting sebagai jalur laut terpendek antara Samudera India dan Laut China Selatan atau Samudera Pasifik. Selat Malaka terletak disepanjang garis pantai Thailand, Malaysia dan Singapura di bagian Timur dengan pulau Sumatera dibagian Barat. Selat membentang sepanjang 600 mil laut (900 km) dari titik terlusasnya (sekitar 350 km antara Sumatera Utara dan Thailand) hingga terpendeknya (kurang dari 3 km antara Sumatera Selatan dengan Singapura). Indonesia sendiri memiliki perbatasan pantai yang terpanjang diantara tiga negara pantai lainnya (littoral states) sekitar 400,8 mil laut atau dua pertiga dari total panjang Selat. Selat Malaka menjadi jalur pelayaran tertua dan tersibuk di dunia. Dengan menjadi jalur laut terpendek di antara dua samudera, Selat Malaka menjadi rute laut yang secara ekonomis paling disukai. Transportasi laut setiap tahun meningkat, rata-rata mencapai sekitar 75.000 kapal setiap tahunnya, dimana sekitar 20.000 diantaranya adalah jenis super tanker. Jika dihitung setiap harinya berarti 200 kapal telah melintasi Selat ini. Secara keseluruhan, Selat Malaka “mewakili 80 persen volume perdagangan negara-negara Asia Pasifik atau setara dengan 25 persen total komoditas perdagangan dunia”. Selat Malaka secara ekonomis dan strategis penting untuk menopang pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Timur dan Selatan. Karena, dari total tonase yang melintasi selat dua pertiganya terdiri dari minyak mentah dari kawasan Teluk yang diimpor oleh negara-negara besar seperti Jepang dan China atau negara-negara yang tengah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru, seperti Korea dan India. Total pengiriman minyak yang melintasi Selat ini tiga kali lebih besar dari Terusan Suez dan lima belas kali lebih besar dari Terusan Panama.OVERLAPPING vs SINERGISITAS Sinergisitas dan koordinasi yang baik, penegakan hukum dan keamanan di laut Nusantara menjadi kebutuhan mendesak. Misalnya keberadaan coastguard di Tanah Air sangat dibutuhkan karena penegakan hukum di laut kita hingga sekarang ini masih sedikit rumit dan menimbulkan kondisi yang cukup membingungkan bagi mereka yang menjadi obyek upaya penegakan hukum itu. Dengan dibentuknya coastguard, kita bisa berharap kondisi tersebut dapat diperbaiki sedikit demi sedikit. Saat ini penegakan hukum dan keamanan di laut Nusantara memang masih tumpang-tindih (overlapping). Untuk menegakkan hukum di laut terdapat banyak lembaga yang terlibat seperti: Polisi Air, Airud, Angkatan Laut, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Bea dan Cukai hingga Administrator Pelabuhan (Adpel). Hal ini menjadikan kegiatan kegiatan pemeriksaan hingga penangkapan kapal niaga nasional semakin marak sehingga dikeluhkan oleh para operator pelayaran nasional. Situasi tersebut telah menimbulkan kebingungan bagi obyek penegakan hukum di laut seperti kapal niaga, kapal penangkap ikan, nelayan, pelaut dan mereka yang karena sifat pekerjaannya harus bersinggungan dengan laut. Mereka mengungkapkan, instansi tertentu sering memberhentikan dan naik ke kapal di tengah lautan untuk memeriksa berbagai persyaratan yang harus ada di atas kapal atau dokumen/surat yang harus dimiliki oleh ABK. Bagi mereka ini sah-sah saja. Yang menjadi persoalan, manakala instansi itu selesai menjalankan tugasnya dan kapal akan bergerak kembali, ada instansi lain lagi yang memberhentikan dan naik ke kapal tak lama kemudian. Parahnya, setiap kali kapal ingin melanjutkan perjalanan kapten harus merogoh dalam-dalam koceknya agar tidak muncul permasalahan yang kadang dibuat-buat oleh oknum aparat tertentu. Persoalan akan sedikit runyam jika kapal yang diberhentikan dan diperiksa itu adalah kapal berbendera asing.
Item Type: | Image |
---|---|
Subjects: | H Social Sciences > H Social Sciences (General) K Law > K Law (General) W Communication and Media Studies |
Divisions: | Faculty of Social and Political Sciences > Department of Communication |
Depositing User: | Mr. Kamaruddin Hasan, M.Si |
Date Deposited: | 03 Aug 2016 08:03 |
Last Modified: | 03 Aug 2016 08:03 |
URI: | http://repository.unimal.ac.id/id/eprint/1712 |
Actions (login required)
View Item |