Salahsatu Potensi pantai di Mamuju Sulbar Pantai Lombang-lombang, bersama ttim tehnis Provinsi, kabupaten,konsultan dan staf ahli
Catatan ini saya tulis setelah mengunjugi beberapa desa wisata; baik yang sudah masuk maupun belum dalam program PNPM mandiri Pariwisata di Sulawesi Barat, selama kurang lebih sepuluh hari. Perjalanan singkat ini, menjadi inspirasi untuk diungkapkan berbagai realitas terutama rakyatnya berkaitan dengan pengembangan desa wisata. Namun cacatan ini, hanya mampu mengungkapkan bagian-bagian kulit saja dari realitas tersebut. Selain realitas lapangan dan rakyat setempat sebagai data, juga proses komunikasi selama perjalanan menyusuri desa-desa wisata dengan Tim tehnis dinas Pariwisata provinsi, kabupaten, konsultan dan tentu ditemani fasilitator serta perangkat desa wisata setempat.
Sebagai gambara umum, perjalanan menuju Kota Mamuju sebagai Ibu kota Provinsi Sulawesi Barat, kalau bertolak dari Sulawesi selatan atau makasar selain dapat di tempuh melalui jalur darat, laut juga jalur udara. Dengan Bandara Tampa padang yang masih terus berbenah, maklum provinsi Sulawesi Barat merupakan sebuah provinsi muda hasil dari pemekaran provinsi Sulawesi Selatan.
Sebagai provinsi hasil pemekaran dari Sulawesi Selatan, berdasarkan UU No 26 Thn 2004, dengan ibukota Mamuju, wilayahnya meliputi, 5 kabupaten yaitu, kabupaten Mamuju, kabupaten Majene, kabupaten Polewali Mandar, kabupaten Mamasa dan kabupaten Mamuju Utara, letak geografisnya berada pada posisi silang antara Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah, dan berhadapan langsung dengan Selat Makassar sebagai jalur pelayaran Nasional dan International. Kondisi Topografinya terdiri atas laut, dataran rendah serta dataran tinggi dengan tingkat kesuburan yang tinggi beriklim tropis .
Provinsi yang berdiri pada tahun 2004 ini sangat kaya akan berbagai kekayaan alam, kearifan lokal, identitas, budaya dan tentu capital sosial rakyatnya. Kondisi alamnya yang subur di topang oleh kondisi topografi yang terdiri dari dataran rendah, dataran tinggi dan laut membuat Sulawesi Barat kaya akan keindahan objek wisata alam, budaya, sejarah, kesenian, music etnis, kuliner, kerajinan dll. Daya tarik wisata alam yang fantastic dengan keasrian panorama pegunungan yang masih asli, keunikan budaya, kesenian serta sajian beragam jenis wisata minat khusus yang tersebar diberbagai wilayah pantai dan pegunungan yang memerlukan keahlian tersendiri untuk menaklukannya, yang berpotensi besar untuk menjadi kawasan pariwisata di Sulawesi Barat.
Provinsi ini wilayahnya berbatasan lansung dengan; sebelah utara dengan Sulawesi Tengah, sebelah timur dengan Sulawesi Selatan, dan sebelah barat dengan selat Makassar. Wilayah yang terdiri atas dataran tinggi dan rendah, terdapat 193 buah gunung dan yang tertinggi adalah Gunung Ganda Dewata dengan ketinggian 3.037 meter diatas permukaan laut. Gunung ini berdiri tegak di Kabupaten Mamuju. Umumnya ditiap Kabupaten memiliki beberapa perbukitan dan pegunungan yang berpotensi dijadikan cadangan untuk ekosistem, wisata alam guna mendukung pembangunan berwawasan ekologi lingkungan dan manusia, juga memiliki garis pantai yang merupakan daerah dataran rendah yang berpotensi untuk pengembangan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan darat dan laut, dapat dilihat di Kabupaten Mamuju, Polewali Mandar dan Majene.
Selain itu, kalau tidak salah, terdapat 8 aliran sungai yang mengalir jernih, 5 aliran sungai besar membelah Kabupaten Polewali Mandar, yang terpanjang tercatat dua yaitu sungai Saddang yang mengalir meliputi Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, Pinrang dan polewali Mandar dan sungai Karama melintasi Kabupaten Mamuju dengan panjang sungai mencapai kurang lebih 150 km dan pesisir pantai Sulawesi barat diperkirakan mencapai 700 kilometer, akan menjadi potensi wisata yang menarik dan menjanjikan untuk dikembangkan menjadi desa wisata.
Sulawesi Barat dominan mendiaminya adalah suku bangsa Mandar, selebihnya Toraja, Bugis, Makassar, Jawa, dan lainnya. Rakyat Pesisirnya terkenal sebagai pelaut ulung dengan perahu sandeq mereka menjelajah ke seluruh wilayah nusantara hingga ke Malaysia dan Australia sedangkan rakyat yang berdiam di kawasan pegunungan memiliki kemiripan budaya dengan etnis Toraja seperti pada bentuk rumah, bahasa, pakaian serta upacara adat.
Mandar bagi rakyatnya disebut sebagai ikatan penguatan, saling menguatkan dalam ikatan social rakyannya atau dapat disebut bersehati. Bangsa Mandar terkenal dengan filosofi hidupnya antara lain dengan, sirondo-rondoi, siamasei, dan sianauang pa’mai. Sirondo-rondoi dimaksudkan bekerjasama bantu membantu dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan baik yang ringan maupun yang berat. Siamamasei, sianuang pa’mai, diartikan sebagai sayang menyayangi, kasih mengasihi, gembira sama gembira dan susah sama susah, dengan ahklak atau sopan santun yang terus terpelihara secara turun temurun. Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kerjasama bantu membantu baik yang bersifat materil maupun sprituil. dalam kesenian musik etnik juga di kenal dengan lagu-lagu Sayang-Sayang.
Membangun potensi Komunikasi; merajut wisata berbasis rakyat
Selanjutnya, saya ingin mengungkap bagaimana potensi komunikasi suatu suku bangsa tidak dapat dipisahkan dengan proses pembangunan termasuk dalam membangun wisata berbasis rakyat. Dalam setiap proses pembangunan, terbukti komunikasi menempatkan posisi paling penting. Komunikasi menjadi kebutuhan manusia, termasuk dalam proses pembangunan. Para ahli menyepakati bahwa 75% dari seluruh waktu hidup manusia digunakan untuk berkomunikasi. Sehingga wajar, komunikasi dalam proses pembangunan rakyat dengan sifat, bentuk, jenis dan tujuan apapun menjadi realitas penting demi keberhasilan dan keberlanjutan proses pembangunan khususnya wisata berbasis rakyat.
Pertama yang mesti dipahami, karena pengembangan wisata berbasis rakyat potensi utamanya terdapat pada manusianya. Dalam hal ini sangat jelas petunjuk Ilahi, menyangkut hal ikhwal alam kodrat manusia, dalam urusan bagaimana merajut, membangun mengharmoniskan suatu kehidupan manusia secara bersama baik dalam konteks kehidupan antar individu, kelompok/komunitas/etnis/suku,bangsa, negara bahkan antar negara. Telah ada pedoman kepada kita manusia yang mau berpikir, meluangkan waktu merenung, berintrospeksi diri, melakukan kontemplasi, melakukan komunikasi intrapersonal, atau bercermin diri bahwa eksistensi makhluk manusia memiliki sifat-sifat, hukum-hukum dan norma-norma yang secara kodrati melekat sebagai suatu keniscayaan universal. Konsekwensi logisnya, kehidupan manusia yang berkelompok-kelompok itu mensyaratkan perlunya membangun relasi, interaksi, komunikasi efektif, interkoneksi, jejaringan dan kerjasama, untuk kemudian satu sama lain hendaknya menjadi saling mengenal, mengerti,saling memahami dan merajut kebersamaansecara bersama, dalam memperkuat identitas diri, local wisdom sebagai manusia yang memancarkan keharmonisan Ilahi dalam hidup bersama.
Sehingga segala bentuk keharusan yang mesti dilakukan sebagai makhluk punya Agama, sebagai makhluk komunikatif, sosiologis, sosial beings/makhluk sosial, cultural beings/makhluk berbudaya, political beings/makhluk politik,diantaranya keharusan saling tolong menolong, jiwa berkorban, saling toleransi, saling menghargai, paham bahwa perbedaan sebagai rahmat Ilahi, saling akomodasi, non-etnosentrisme, saling terbuka terhadap masukan/kritikan yang konstruktif, dalam bahasa komunikasi adanya saling pengertian dan kesepahaman bersama. Karena hal-hal tersebut berperan penting dan berguna dalam membangun dunia wisata dan membina suatu tata kehidupan bersama yang harmonis, saling mengayomi dan mendamaikan.
Realitas pengalaman sejarah panjang kehidupan manusia yang mendiami Sulawesi Barat dengan dominan suku bangsa Mandar, membentuknya dari berbagai unsur alam pikiran dasar yang meliputi: world-view, common sense, kepercayaan, tata-nilai, upacara-upacara dan prinsip-prinsip, sistem kebudayaan, mitologi, totemisme dan ritual. Semua ini disepakati, dipercayai, dipegang-teguh dan diyakini secara bersama sebagai kaedah-kaedah normatif yang mengikat dan menjadi elemen-elemen dasar bagi konstruksi kehidupan bahkan menjadi sebuah ilmu pengetahuan sebagai salah satu landasan menjalani kehidupan, tentu yang utama adalah prinsip-prinsip Agama yang di yakini.Sehingga kaedah-kaedah normatif ini, terkadang memiliki tingkat sakralitas yang dapat mengharmoniskan kehidupan, yang sangat dipengaruhi oleh ajaran agama, latar filosofi kehidupan dalam menata kehidupan bersama, yang kemudian dianggap agung, dimuliakan dan muncul menjelma ke dalam dan mewarnai pola-pikir dan pola prilaku, pola tindak, pola sikap yang pada gilirannya menjadi kebiasaan, adat istiadat dan kebudayaan.
Potensi tersebut, diimplimentasikan dalam proses komunikasi lansung (face to face communication) baik secara verbal maupun nonverbal. Terbukti memang proses komunikasi yang efektif dengan bentuk, media/saluran dan dalam tingkat apapun dapat membawa kepuasan dan keberhasilan dalam kehidupan tentu juga dalam proses membangun dunia wisata di Sulawesi Barat.
Hakikat dan prinsip utama proses komunikasi dalam kontek membangun wisata berbasis rakyat adalah tercipta saling pengertian, terjalin kebersamaan, melahirkan kepuasan, kebahagiaan bagi siapapun yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut dan mensukseskan proses pembangunan yang sudah direncana secara bersama-sama. Dalam perspektif komunikasi, boleh disebutkan; tidak ada usaha yang lebih penting untuk meraih saling pengertian, kebersamaan, keberhasilan, hubungan antar manusia yang memuaskan, kesuksesan membangun daripada mempelajari seni berkomunikasi yang efektif. Hal ini berlaku bagi semua jenis, bentuk dan level komunikasi.
Walau ke 5 (lima) kabupaten (Mamuju, Majene, Polewali Mandar, Mamasa dan Mamuju Utara), yang menopang lahirnya Provinsi Sulawesi Barat tahun 2004, dulunya sempat terisolir dan masuk dalam daerah tertinggal. Namun hal menarik yang dapat menjadi renungan dan inspirasi untuk menoleh kedalam jiwa bagi kita semua antara lain; tergambarkan dan terpancarkan dengan jelas dan tegas dalam setiap gerak komunikasi verbal maupun nonverbal yang diperlihatkan oleh saudara-saudara kita Bangsa Mandar di Sulawesi Barat. Mereka mampu menjalani hidup apa adanya, dengan keinginan kuat agar hidup lebih berarti dan bermakna di buminya. Saudara-saudara kita ini tidak ingin menjalani hidup ini begitu saja, misal hanya menjalani hari-hari seperti biasa, tapi bagi mereka. Dengan situasi dan kondisi apapun tetap memperlihatkan raut-raut wajah ramah, penuh kesopanan, ceria, saling tegur sapa dan penuh semangat.
Mereka menjalani hidup dengan usaha keras, tanpa kemalasan, walau hidup getir, walau kesulitan hidup dililit kemiskinan (kemiskinan memang mendominasi rakyat di Nusantasa) menjadi teman hidup keseharian yang sudah cukup lama namun tidak menyurutkan langkah untuk tetap semangat, rajin, penuh keinginan untuk hidup lebih berarti dan bermakna. Menjalani hidup dengan keinginan tanpa penyesalan.
Dalam dinamika komunikasi verbal dan non verbal tersebut, terpancar dalam percakapan, dari raut wajah, mata, sikap tubuh dan perhatian tergambarkan hidup yang tidak pernah mengeluh, ketegaran dalam sikap sempurna menyiratkan harapan pantang menyerah, wajah-wajah ramah penuh toleransi, ramah yang selalu dilumuri senyum penuh makna.
Terpancar semacam kesadaran rill bukan kesadara palsu, dari jiwa-jiwa rakyat bahwa pemenuhan kehidupan juga didasarkan pada kemampuan untuk berhubungan /berkomunikasi dengan orang lain atau komunitas luar dalam cara yang wajar dan baik. Dalam proses membangun hubungan melalui komunikasi ini terbukti ada keahlian berkomunikasi secara alamiah tergambarkan secara elegan. Rakyat mempunyai kemampuan membuat perubahan hidup melalui ucapan yang baik, non verbal yang baik dengan cara berbicara yang dapat mendorong semangat kebersamaan semangat saling mengerti walau dengan pihak luar sekalipun.
Potensi utama ‘sesuatu’ yang istimewa dimiliki oleh rakyat Sulawesi Barat adalah kemampuan membuka diri, ada seni dalam berkomunikasi dengan pihak luar sekalipun. Tidak mudah memang berkomunikasi atau berbicara dengan orang lain apalagi kita dari luar komunitas/rakyat tersebut. Namun mereka mampu melakukannya secara alamiah. Seni berkomunikasi merupakan seni yang harus diselaraskan dengan termasuk ucapan, tingkah laku, dan perhatian. Sebagai cacatan, jika kita, komunitas/rakyat dapat mengkomunikasikan ide-ide dengan baik, dunia akan berubah drastis dan menjadi jauh lebih baik. Pekerjaan menjadi lebih memuaskan, keluarga, kampung, komunitas/rakyat akan lebih sehat dan baik, pikiran akan bertambah tajam dan secara keseluruhan tentu kualitas hidup akan menjadi lebih baik.
Terkadang yang menjadi kendala dan penghambat proses komunikasi itu malah datangnya dari kita atau komunitas luar, yang masih lemah pemahaman terhadap komunitas lokal/rakyat setempat, artinya masih kurang mengerti ilmu komunikasi efektif ketika berhadapan dengan rakyat setempat.
Namun dibutuhkan syarat, minimal mengetahui seberapa pentingnya apa yang dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya. Kemudian karunia terbesar yang dapat diberikan pada rakyat adalah memberinya perhatian penuh atas keberadaannya. Memahaminya terlebih dahulu, baru kita akan dipahami. Mengembangkan minat yang tulus terhadap lawan bicara dengan berempati kepada rakyat setempat.
Empati adalah rasa peduli yang sungguh terhadap keadaannya. Kemampuan berempati lebih merupakan karakter, yang jika digunakan secara efektif dan sunguh-sungguh, akan memberikan hasil-hasil yang luar biasa. Empati adalah esensi bahwa kita lebih memperhatikan orang lain daripada kita sendiri. Empati adalah kecakapan yang dipelajari. Menjadikan apa yang penting bagi orang lain sebagai sesuatu yang penting bagi kita.
Syarat selanjutnya adalah, ilmu mendengarkan,mendengarkan secara efektif merupakan cara yang paling efektif untuk mengkomunikasikan semua hal yang tulus kepada komunitas atau orang lain. Menyediakan dan upaya untuk sungguh-sungguh mendengarkan maksud seseorang yang sedang berkomunikasi dengan kita. Mendengarkan itu tidak pasif tapi aktif. Selanjutnya sebuah percakapan atau komunikasi pada dasarnyajiwa sejati terdapat dalam membangun rasa ingin tahu orang lain, bukan menjungkirbalikkannya. Kemampuan alamiah tersebut ada dalam diri rakyat di Sulawesi Barat.
Pembangunan dunia wisata berbasis rakyat di Sulawesi Barat tersebut jelas tidak dapat dipisahkan dengan prinsip-prinsip komunikasi manusia tersebut, karena wisata merupakan salah satu dasar kebutuhan manusia. Wisata memenuhi kebutuhan manusia untuk berlibur, berekreasi, kebutuhan pendidikan, penelitian, keagamaan, kesehatan jasmani, ruhani, minat, kebudayaan, kesenian, keamanan dan lanya.Wisata sebagai sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, bersih, pada tahapan lanjutan membawa kesuksesan dan keberhasilan. Wisata membuat hidup lebih hidup, semoga.
Dosen Fisip Universitas Malikussaleh Aceh; Staf Ahli Pemberdayaan Program PNPM Pariwisata Wil. V (Desa wisata)
Email: kamaruddinkuya76@gmail.com HP. 0813 9502 9273